Krisis Politik Guncang Thailand, Ekonomi Terancam Masuk Resesi

TRIBUNGROUP.NET Thailand kembali dilanda krisis politik setelah Mahkamah Konstitusi menangguhkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mulai 1 Juli 2025. Penangguhan ini menambah daftar panjang ketidakstabilan politik di Negeri Gajah Putih dan berpotensi mendorong ekonomi Thailand masuk ke jurang resesi teknikal.

Paetongtarn, putri mantan PM Thaksin Shinawatra, diselidiki atas dugaan pelanggaran etika dalam menangani sengketa diplomatik dengan Kamboja. Ketegangan memuncak usai beredarnya rekaman telepon dengan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, yang menuai protes keras dari internal militer dan parlemen Thailand.

Konflik Diplomatik & Gejolak Politik Dalam Negeri

Konflik Thailand–Kamboja sempat memanas pada Mei 2025 dan menewaskan satu tentara Kamboja. Dalam rekaman tersebut, Paetongtarn terdengar meminta Hun Sen mengabaikan tekanan dari seorang jenderal militer Thailand. Meski Paetongtarn menyatakan itu bagian dari strategi diplomasi damai, tekanan politik justru meningkat.

Sebagai catatan, ini bukan pertama kali pemerintahan Thailand goyah karena konflik politik. Ayahnya, Thaksin, digulingkan lewat kudeta, dan beberapa perdana menteri sebelumnya juga diturunkan lewat putusan pengadilan.

Dampak Ekonomi: Resesi & Tekanan Investor

Ketidakpastian ini membuat ekonomi Thailand yang memang sudah rapuh menjadi semakin rentan. Deputi BPS Thailand melaporkan bahwa:

  • PDB kuartal I 2025 hanya tumbuh 0,7% secara kuartalan
  • Target pertumbuhan ekonomi 2025 dipangkas menjadi 1,3–2,3%
  • Nilai ekspor dan investasi asing terus menurun
  • Utang rumah tangga tinggi, dan belanja masyarakat lesu

“Ketidakpastian politik yang tinggi menjadi bayangan gelap bagi ekonomi yang memang sudah lemah,” ujar Vishnu Varathan, ekonom dari Mizuho Bank, dikutip Bloomberg (2/7/2025).

Indeks saham utama Thailand telah turun hampir 23% sejak awal tahun, menandai kinerja terburuk di antara pasar utama dunia. Jika tidak ada pemulihan politik, pasar modal bisa terus tertekan hingga kuartal akhir 2025.

Berita Lain  Pemeriksaan Puluhan Armada Air India Oleh Otoritas Penerbangan India

Tarif 36% dari AS, Risiko Global Tambahan

Krisis juga datang dari luar. Tenggat waktu penangguhan tarif tinggi AS untuk ekspor Thailand semakin dekat. Jika negosiasi terganggu akibat krisis politik, Thailand bisa terkena tarif hingga 36% dari AS untuk produk ekspornya.

Konflik global seperti perang dagang dan eskalasi di Timur Tengah memperkeruh situasi. Harga minyak melonjak, pariwisata lesu, dan rantai pasok global terancam terganggu.

“Kalau terjadi kekosongan kekuasaan, resesi Thailand bisa lebih dalam,” kata Burin Adulwattana, Kepala Ekonom Kasikorn Research Center.

Opsi Kebijakan: Stimulus & Penurunan Suku Bunga

Beberapa ekonom menyarankan pemangkasan suku bunga Bank Sentral Thailand sebesar 50–75 basis poin guna mendorong aktivitas ekonomi dan menjaga sentimen pelaku usaha tetap positif.

“Dengan kepercayaan bisnis yang sudah loyo dan kondisi psikologis yang rapuh, mungkin memang perlu ada stimulus tambahan secepatnya,” tambah Vishnu Varathan.

Semua Mata Tertuju pada Stabilitas Politik

Kini fokus utama tertuju pada kelanjutan pemerintahan Thailand, hasil penyelidikan Mahkamah Konstitusi, dan pengesahan anggaran 2026. Jika kebuntuan politik berlangsung lama, efek domino terhadap perekonomian tidak terhindarkan.

Krisis ini menegaskan bahwa stabilitas politik tetap menjadi prasyarat utama bagi pemulihan ekonomi Thailand yang kini berada di persimpangan jalan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *