TRIBUNGROUP.NET – Iklan Aqua sebagai pelopor air minum dalam kemasan (AMDK) sejak 1973 telah membentuk citra kuat di benak masyarakat. Visual air yang mengalir deras dari puncak gunung membuat banyak orang percaya bahwa Aqua berasal langsung dari mata air yang jernih dan alami di pegunungan.
Pemahaman ini ternyata turut dimiliki oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dalam kunjungannya ke salah satu pabrik Aqua, ia mengaku terkejut mengetahui bahwa sumber air Aqua berasal dari air tanah tertekan (deep well) melalui metode pengeboran di kawasan pegunungan.
“Satu aja kalau warga mah, dalam iklannya itu air yang jatuh dari gunung. Terus kemudian kemarin lihat airnya dibor, itu aja. Saya nggak ada masalah,” ujarnya.
“Pemahaman publik, termasuk saya, air Aqua itu jatuh dari gunung kayak air terjun. Kan gambarnya ilustrasinya begitu.”
Pernyataan ini menimbulkan diskusi publik. Banyak yang merasa iklan Aqua tidak sesuai kenyataan, sehingga muncul kecurigaan apakah prosesnya masih dianggap “alami” atau sudah direkayasa.
Ahli BRIN Jelaskan Fakta Sebenarnya
Menanggapi viralnya isu ini, Rachmat Fajar Lubis dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memberikan klarifikasi ilmiah.
Menurutnya, sumber air untuk Aqua dan sebagian besar AMDK memang berasal dari wilayah pegunungan, tetapi tidak semuanya dari mata air terbuka.
“Dulu perusahaan-perusahaan AMDK seperti Aqua memang mengambil air dari wilayah pegunungan, tapi bukan semuanya dari mata air. Setahu saya, sekarang hanya dua lokasi Aqua yang masih memakai mata air langsung, yaitu di Bali dan Solok,” jelasnya.
Rachmat juga menambahkan bahwa istilah “air pegunungan” dalam iklan modern sudah tepat secara ilmiah. Pasalnya, air tanah dari kawasan gunung api memiliki kualitas mineral yang baik dan relatif stabil.
Mengapa Beralih dari Mata Air ke Sumur Dalam?
Pada masa awal berdiri, beberapa AMDK, termasuk Aqua, diketahui memanfaatkan mata air terbuka. Namun, seiring berkembangnya regulasi dan kebutuhan sanitasi, penggunaan air tanah dalam menjadi pilihan utama. Hal ini karena:
✅ Mata air terbuka rentan terkontaminasi bakteri seperti E. coli dari lingkungan dan hewan sekitar.
✅ Kualitas air bisa berubah karena lumut, dedaunan, atau aktivitas manusia.
✅ Air tanah dalam lebih terlindungi oleh lapisan batuan dan steril dari mikroorganisme.
“Di bawah permukaan tanah yang cukup dalam, tidak ada kehidupan mikroorganisme. Jadi airnya lebih murni, hanya mengandung mineral alami dari batuan yang dilaluinya,” kata Rachmat.
Air Tanah Tertekan: Tetap dari Alam, Bukan Rekayasa
Air yang digunakan melalui sistem sumur dalam (deep well) berasal dari proses alami. Hujan meresap ke dalam tanah, disaring lapisan batuan, lalu tersimpan dalam lapisan akuifer dalam dengan tekanan alami. Air ini kemudian diambil melalui pengeboran industri yang memiliki izin khusus.
Dengan demikian, istilah “air pegunungan” masih relevan. Karena air tetap berasal dari kawasan gunung, hanya saja dari lapisan air tanah dalam.
Bukan Penipuan, Tetapi Perubahan Istilah dan Edukasi
Menurut Rachmat, perubahan istilah dari “mata air” ke “air pegunungan” bukanlah bentuk penyesatan. Menurutnya ini adalah bagian dari penyesuaian praktik modern dan regulasi kualitas air.
Masalah muncul karena citra lama masih melekat kuat di ingatan masyarakat, sehingga banyak yang berasumsi bahwa air harus diambil dari pancuran gunung.
Perlu Edukasi Publik yang Lebih Terbuka
Rachmat menilai masyarakat harus diberikan pemahaman yang lebih jelas tentang sumber air AMDK, proses pengolahan, serta pengawasan regulatif yang diterapkan pemerintah.
“Air pegunungan yang diambil lewat sumur dalam bukan berarti air buatan atau hasil bor sembarangan. Justru itu cara paling aman untuk memastikan air tetap alami dan steril,” tegasnya.
Hingga kini, Aqua dan sebagian besar AMDK menggunakan air tanah tertekan dari kawasan pegunungan. Mereka menganggap air tersebut lebih stabil, aman, dan memenuhi standar kesehatan. Meski tidak lagi identik dengan gambaran “air terjun gunung”, air tersebut tetap berasal dari proses alam yang panjang dan alami.
