TRIBUNGROUP.NET – Konflik di Jalur Gaza kembali memanas setelah militer Israel melancarkan serangan brutal yang menargetkan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Senin (25/8/2025). Dalam serangan yang disebut sebagai “double-tap strike” itu, sebanyak 21 orang tewas, termasuk enam jurnalis Palestina.
Salah satu korban jiwa adalah Mohammad Salama, fotografer dari jaringan Al Jazeera. Serangan ganda tersebut dilakukan dengan pola menembakkan rudal pertama ke sasaran, lalu beberapa saat kemudian rudal kedua dilepaskan ketika tim medis, penyelamat, dan jurnalis tiba di lokasi.
Insiden ini memicu kecaman global dari berbagai negara, organisasi internasional, hingga lembaga pers dunia, karena dianggap sebagai pelanggaran serius hukum humaniter internasional sekaligus kejahatan perang.
Serangan Israel dan Klaim “Kecelakaan Tragis”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan ke Rumah Sakit Nasser sebagai “kecelakaan tragis”. Dalam pernyataannya, ia mengatakan bahwa Israel menghargai kerja jurnalis dan tenaga medis, serta menyebut penyelidikan sedang dilakukan.
Namun, sejarah mencatat, investigasi militer Israel terhadap tindakannya jarang berujung pada hukuman atau pertanggungjawaban pidana. Hal inilah yang semakin menimbulkan keraguan dari masyarakat internasional.
Al Jazeera: “Pembunuhan Jurnalis adalah Upaya Membungkam Kebenaran”
Jaringan Al Jazeera dengan tegas menuduh Israel melakukan kampanye sistematis untuk membungkam suara media. Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan bahwa penargetan terhadap jurnalis adalah kejahatan yang disengaja.
“Darah jurnalis kami yang gugur belum kering, kini pasukan pendudukan Israel kembali menargetkan kru Al Jazeera, Mohammad Salama, bersama jurnalis lainnya.” tulis Al Jazeera, merujuk juga pada kematian Anas al-Sharif, jurnalis mereka yang tewas dua pekan sebelumnya.
Al Jazeera menilai tindakan ini sebagai kejahatan perang dan pelanggaran terhadap hukum internasional. Tetapi menegaskan akan tetap melanjutkan liputan atas situasi kemanusiaan di Gaza.
Kecaman dari Organisasi Internasional
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI): mengutuk keras pembunuhan jurnalis dan tenaga medis, menyebutnya sebagai kejahatan perang dan serangan terhadap kebebasan pers.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ): menegaskan bahwa ini adalah serangan paling mengerikan terhadap dunia pers dalam sejarah modern. Mereka mendesak komunitas internasional untuk menghentikan impunitas Israel.
Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP): menyebut serangan Israel sebagai bukti kebrutalan. Mereka meminta pertanggungjawaban kepada Israel, dan sekutu utamanya. Yaitu Amerika Serikat.
Respon Negara-Negara Arab
Qatar: mengecam serangan itu sebagai pelanggaran terang-terangan hukum internasional, menuntut aksi global mendesak untuk melindungi jurnalis dan warga sipil.
Turki: menyebut serangan tersebut sebagai “kejahatan perang lain”, dengan menekankan bahwa Israel berusaha mencegah kebenaran terungkap lewat serangan sistematis terhadap media.
Iran: menilai serangan itu sebagai kejahatan biadab dengan tujuan melanjutkan genosida terhadap rakyat Palestina.
Mesir: menyatakan tindakan Israel adalah pelanggaran terang-terangan hukum humaniter internasional, serta meminta Dewan Keamanan PBB turun tangan.
Arab Saudi: mengutuk serangan terhadap tenaga medis dan jurnalis, sekaligus menyerukan perlindungan bagi pekerja kemanusiaan dan media.
Reaksi Keras dari Eropa
Spanyol: Serangan Israel adalah pelanggaran berat hukum internasional, menegaskan bahwa rumah sakit dan jurnalis harus dilindungi.
Jerman: meminta investigasi menyeluruh dan mendesak Israel membuka akses media asing untuk meliput di Gaza.
Prancis: Presiden Emmanuel Macron mengatakan serangan itu “tidak bisa ditoleransi” dan menegaskan bahwa membiarkan warga sipil kelaparan adalah kejahatan yang harus dihentikan.
Inggris: Menteri Luar Negeri David Lammy, menyebut serangan itu mengerikan dan menyerukan gencatan senjata segera.
Kanada Ikut Mengecam
Kanada menyampaikan keprihatinan mendalam atas tewasnya jurnalis dan warga sipil dalam serangan Israel di Gaza. Pemerintah Kanada menegaskan bahwa Israel memiliki kewajiban melindungi warga sipil dan jurnalis sesuai hukum humaniter internasional.
Daftar Jurnalis yang Gugur Semakin Panjang
Sejak perang Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, jumlah jurnalis yang tewas di Gaza terus bertambah. Menurut data berbagai lembaga media internasional, serangan ini menjadi salah satu periode paling mematikan bagi dunia pers dalam beberapa dekade terakhir.
Korban terbaru, termasuk Mohammad Salama dari Al Jazeera. Ia menambah panjang daftar jurnalis yang kehilangan nyawa saat meliput tragedi kemanusiaan di wilayah berpenduduk 2,3 juta jiwa tersebut.
Serangan Israel ke Rumah Sakit Nasser yang menewaskan enam jurnalis Palestina kembali menegaskan rapuhnya perlindungan terhadap pekerja media di zona konflik. Kecaman internasional dari Qatar, Turki, Iran, Mesir, Arab Saudi, Eropa, hingga Kanada menunjukkan bahwa dunia menuntut akuntabilitas nyata.
Namun, dengan sejarah panjang impunitas Israel dalam investigasi militernya, banyak pihak pesimis bahwa keadilan bisa terwujud. Sementara itu, penderitaan warga Gaza terus berlanjut hingga saat ini. Dengan serangan yang tidak hanya menargetkan militer Hamas, tetapi juga tenaga medis, jurnalis, dan warga sipil.