TRIBUNGROUP.NET – Ketua DPP PDI Perjuangan yang juga anggota Fraksi PDIP DPR RI, Said Abdullah, akhirnya angkat bicara mengenai polemik yang melibatkan dua kadernya di Senayan, Deddy Sitorus dan Sadarestuwati.
Nama keduanya menjadi sorotan publik setelah Deddy Sitorus mengeluarkan pernyataan yang viral, sementara Sadarestuwati terekam berjoget saat Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 lalu.
Permintaan Maaf atas Nama Fraksi
Said menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas sikap kedua rekannya tersebut.
“Saya sebagai anggota Fraksi PDI Perjuangan, atas nama Pak Deddy Sitorus dan Ibu Sadarestuwati, sungguh-sungguh minta maaf jika kemudian ada kesalahan atau kekhilafan. Dengan segala kerendahan hati, kami mohon maaf,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Ia menilai, apa yang dilakukan Deddy dan Sadarestuwati menjadi bahan introspeksi penting bagi PDIP agar lebih berhati-hati dalam bersikap maupun menyampaikan pernyataan di ruang publik.
Menurut Said, kasus ini menunjukkan pentingnya menjaga pilihan diksi maupun sikap yang dapat menimbulkan simpati rakyat.
“Apa yang disampaikan Pak Deddy Sitorus maupun yang dilakukan Ibu Sadarestuwati menjadi pelajaran etik. Kita harus menggunakan frasa yang menumbuhkan empati dan simpati kepada masyarakat,” katanya.
Lebih lanjut, Said meminta publik memberi kesempatan kepada DPP PDIP untuk menelaah kasus ini sebelum menentukan sikap resmi.
Belum Ada Sikap Resmi dari DPP
Sampai saat ini, kata Said, DPP PDIP belum mengambil keputusan soal posisi politik keduanya. Ia juga menjelaskan bahwa aksi berjoget Sadarestuwati terjadi setelah acara inti Sidang Tahunan selesai.
“Seperti Ibu Sadarestuwati, ya sama dengan banyak yang berjoget ketika acara inti sudah selesai. Lagu dari daerah timur diputarkan untuk menutup suasana, dan beliau ikut menari, itu saja,” jelasnya.
Deddy Sitorus menuai kritik setelah ucapannya yang viral, di mana ia menolak disamakan dengan “rakyat jelata”.
Sadarestuwati disorot publik lantaran berjoget di tengah suasana formal Sidang Tahunan MPR.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena dianggap menyangkut etika politik wakil rakyat di hadapan publik.