TRIBUNGROUP.NET – Polemik antara Mabes TNI dengan kreator konten sekaligus pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi, akhirnya menemukan titik terang. Setelah sempat memanas dan menimbulkan sorotan publik, kedua belah pihak sepakat berdamai dan saling meminta maaf. Kesepakatan itu menutup wacana pelaporan ke polisi yang sebelumnya digulirkan TNI.
Awal Ketegangan
Kisruh bermula ketika Komandan Satuan Siber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring mendatangi Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025). Ia datang untuk berkonsultasi mengenai dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Ferry melalui konten digitalnya.
Langkah tersebut langsung menuai perhatian luas. Publik mempertanyakan dasar hukum TNI yang hendak menjerat seorang warga sipil dengan pasal pencemaran nama baik. Kritik makin deras ketika Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Yusril Ihza Mahendra mengingatkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024. Dalam putusan itu ditegaskan bahwa pasal pencemaran nama baik tidak bisa digunakan oleh institusi, melainkan hanya oleh individu yang merasa dirugikan.
“Kalau institusi melapor dengan pasal pencemaran nama baik, itu tidak sah secara hukum karena bertentangan dengan putusan MK,” jelas Yusril kala itu.
Respons dari Mabes TNI
Mabes TNI pun merespons kritik tersebut. Kapuspen TNI Brigjen Marinir Freddy Ardianzah menyatakan pihaknya tetap menghormati putusan MK, namun menegaskan bahwa indikasi pelanggaran hukum lain masih dikaji.
“Langkah berikutnya adalah mengkaji ulang secara internal, menyusun konstruksi hukum yang lebih sesuai, agar tidak salah langkah,” ujar Freddy dalam keterangan resminya, Jumat (12/9).
Pernyataan ini sempat memunculkan kekhawatiran publik bahwa proses hukum terhadap Ferry akan tetap berjalan, meski dengan pasal yang berbeda.
Komunikasi Personal dan Titik Damai
Situasi mencair ketika Freddy langsung menghubungi Ferry. Dalam komunikasi itu, terjadi dialog yang konstruktif. Ferry menuturkan bahwa Freddy meminta maaf atas situasi yang berkembang, dan dirinya pun membalas permintaan maaf tersebut.
“Beliau meminta maaf kepada saya, dan saya juga sudah menyampaikan permintaan maaf. Kami sepakat ini adalah kesalahpahaman yang tidak perlu diperpanjang,” ungkap Ferry melalui akun Instagram pribadinya, Sabtu (13/9).
Ferry memastikan tidak ada lagi proses hukum yang berlanjut. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada publik yang telah mendukungnya, serta mengingatkan agar perhatian lebih diarahkan pada isu-isu rakyat, termasuk nasib para demonstran yang masih ditahan.
Sikap Resmi TNI
Mabes TNI kemudian mengeluarkan pernyataan resmi melalui Pusat Penerangan TNI. Dalam rilisnya, TNI menegaskan semangat untuk bersama rakyat dan pentingnya meluruskan informasi yang sempat simpang siur.
“TNI telah berkomunikasi dengan saudara Ferry Irwandi untuk meluruskan informasi yang salah, agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan tetap menjalani keseharian dengan tenang. Tekad kami satu, sama-sama berjuang menjaga Indonesia tercinta,” tulis Puspen TNI.
Kabid Penum Mabes TNI Kolonel Laut Agung Saptoadi menambahkan bahwa komunikasi personal dilakukan langsung oleh Kapuspen TNI, sebagai bentuk itikad baik agar polemik tidak berlarut.
Analisis Publik dan Implikasi
Kasus ini menarik perhatian karena memperlihatkan bagaimana institusi negara menanggapi kritik di era digital. Tindakan TNI yang awalnya memilih jalur hukum dianggap sebagian pihak berlebihan. Pasal pencemaran nama baik kerap diperdebatkan karena rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik.
Di sisi lain, penyelesaian damai melalui dialog dianggap langkah positif. Publik menilai bahwa cara tersebut lebih selaras dengan semangat reformasi dan menjaga citra TNI sebagai bagian dari rakyat.
Pakar hukum tata negara juga mengingatkan bahwa kasus ini bisa menjadi pembelajaran penting bagi institusi negara dalam menghadapi konten digital. Ketimbang langsung menggunakan jalur hukum, pendekatan dialog dinilai lebih efektif untuk meredam konflik sosial dan menghindari kriminalisasi berlebihan.
Dengan tercapainya kesepakatan damai, polemik antara TNI dan Ferry Irwandi akhirnya berakhir. Kedua pihak memilih rekonsiliasi ketimbang konfrontasi. Keputusan ini bukan hanya meredakan ketegangan, tetapi juga menjadi contoh bahwa komunikasi terbuka dan sikap saling menghormati bisa menjadi solusi di tengah derasnya arus informasi digital.
Ke depan, kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bahwa menjaga ruang publik yang sehat bukan hanya tanggung jawab masyarakat, tetapi juga institusi negara dalam menempatkan kritik sebagai bagian dari demokrasi.