TRIBUN GROUP – Menjelang pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada Januari 2026, Mahkamah Agung (MA) memaparkan aspek teknis yang wajib dimuat dalam vonis untuk hukuman pidana kerja sosial. Ketua Kamar Pidana MA, Prim Haryadi, menegaskan bahwa putusan hakim terkait sanksi ini harus memuat tiga elemen kunci.
“Pertama, tentang menyatakan kesalahan terdakwa. Kemudian kedua, menyatakan bentuk jenis pidananya adalah pidana kerja sosial,” jelas Prim dalam konferensi pers di Kantor MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Elemen ketiga, menurut Prim, merupakan bagian yang paling rinci. Hakim harus menjabarkan secara spesifik pelaksanaan hukuman. “Menyebutkan berapa lama kerja sosial dilaksanakan dalam satu hari, berapa jam, kemudian dalam satu minggu berapa hari,” ujarnya. Selain durasi, putusan juga wajib mencantumkan lokasi pelaksanaan pidana kerja sosial, misalnya di rumah sakit, rumah ibadah, atau fasilitas umum lainnya.
Belanda Jadi Acuan: Pengawasan dengan Gelang Elektronik
Menyoroti mekanisme pengawasan, Ketua MA Sunarto mengungkapkan bahwa Indonesia bisa belajar dari sistem yang sudah berjalan di Belanda. Di negara tersebut, lembaga bernama Reclassering yang menaungi pelaksanaan kerja sosial narapidana.
“Jadi narapidana itu kalau kerja sosial diberi gelang, di area tertentu dia bekerja jam sekian sampai jam sekian,” papar Sunarto. Gelang elektronik tersebut akan berbunyi sangat nyaring jika narapidana keluar dari area yang telah ditetapkan, berfungsi sebagai alat pencegah pelarian dari sanksi.
Koordinasi dengan Pemda untuk Siapkan Jenis Pekerjaan
Pelaksanaan pidana kerja sosial yang telah dipastikan mulai berlaku awal tahun depan memerlukan persiapan teknis di lapangan. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyatakan bahwa Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menyusun alternatif jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh terpidana.
Langkah ini menandai pergeseran paradigma dalam sistem pemidanaan Indonesia, dari pendekatan yang bersifat retributif di balik jeruji menjadi lebih reformatif dan restoratif di tengah masyarakat. Keberhasilan penerapan sanksi baru ini sangat bergantung pada kejelasan aturan main dan efektivitas mekanisme pengawasan yang akan diterapkan. (***)
