Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, China, menggelar forum bisnis bertajuk “Exploring Indonesia–China’s Potential Cooperation in the Creative Industries: A Business Dialogue on Film and Animation” pada Rabu (17/12). Forum ini menjadi langkah strategis untuk membuka peluang kerja sama industri kreatif Indonesia di tingkat global, khususnya di sektor film dan animasi.
Acara tersebut mempertemukan pelaku industri, pemerintah, dan investor dari Indonesia dan China. Fokus diskusi diarahkan pada penjajakan kolaborasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang kian mendominasi industri kreatif dunia.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian Ekonomi Kreatif, Indonesia Investment Promotion Center (IIPC), Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI), serta produser film dari Imperial Pictures. Tak kurang dari 60 perusahaan China turut ambil bagian, termasuk sejumlah nama besar di industri kreatif Negeri Tirai Bambu seperti More VFX, Shao Studio, dan KlingAI.
Duta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun, menyoroti fenomena menarik di Tiongkok, di mana kemajuan teknologi justru memperkuat akar budaya. Menurutnya, simbol-simbol budaya seperti naga, burung phoenix, dan figur legenda tidak tergerus oleh modernisasi, melainkan dihidupkan kembali melalui animasi, pertunjukan drone, dan pemanfaatan AI.
“Di China, kemajuan sains dan teknologi justru tidak menghapus mitologi dan simbol budaya. Sebaliknya, teknologi dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali identitas budaya tersebut,” ujar Djauhari dalam keterangannya.
Ia menegaskan, film dan animasi memiliki peran strategis sebagai instrumen diplomasi lunak. Melalui cerita visual, masyarakat dari berbagai negara dapat saling mengenal dan memahami tanpa harus melalui bahasa kebijakan atau diplomasi formal.
“Film dan animasi merupakan medium yang efektif dalam membangun people-to-people connection. Kekuatan visual mampu menumbuhkan kepercayaan, empati, dan kedekatan emosional, terutama di kalangan generasi muda,” tambahnya.
Dari sisi ekonomi, sektor kreatif Indonesia dinilai memiliki potensi besar. Saat ini, kontribusinya mencapai sekitar USD 89 miliar dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 24 juta orang. Pemerintah menargetkan sektor ini dapat menyumbang 8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) serta menciptakan lebih dari 30 juta lapangan kerja pada 2030.
Dalam forum tersebut, pelaku industri China juga memaparkan tren micro-drama yang tengah berkembang pesat di Asia. Format cerita pendek berbasis platform digital ini dinilai memiliki biaya produksi relatif rendah namun mampu menghasilkan dampak yang signifikan.
Sejumlah peluang konkret berhasil diidentifikasi, mulai dari produksi bersama (co-production) film dan animasi, pertukaran talenta kreatif, kerja sama platform streaming, hingga pemanfaatan teknologi AI seperti KlingAI untuk pengembangan karakter dan visual. Penggunaan AI juga dipandang strategis untuk menciptakan konten ramah anak yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga sarat nilai edukatif.
Melalui forum ini, KBRI Beijing menegaskan komitmennya untuk mendorong sektor kreatif sebagai pilar baru hubungan Indonesia–China, melengkapi kerja sama ekonomi yang selama ini telah terjalin kuat di berbagai sektor. (***)
