Roxy21 – Di balik gemuruh serangan udara dan ledakan rudal yang mengguncang kota Teheran siang dan malam, Iran kini juga menghadapi medan pertempuran digital. Bukan hanya bom yang melumpuhkan infrastruktur vital, tetapi juga sensor dan isolasi informasi yang membungkam suara rakyatnya.
Internet: Senjata Baru dalam Medan Perang Lama
“Kami hidup dalam situasi yang mirip perang sepenuhnya,” kata Pouria Nouri, seorang pembuat film dokumenter, dari Teheran. Saat rudal Israel menghantam pangkalan militer dan fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni, akses telepon dan internet mendadak lenyap. Masyarakat sipil tak hanya kehilangan sinyal, tapi juga kehilangan rasa aman.
Meski dibombardir, banyak warga Iran justru mengabaikan peringatan resmi dan terus menyebarkan informasi melalui video buatan sendiri. Di tengah sunyi internet, masyarakat berjuang menjaga komunikasi antar-warga, berbagi info korban, dan bahkan saling memberi bantuan logistik. Seolah membentuk jaringan darurat yang tak bisa diputus oleh sensor negara.
“Internet masih dipandang sebagai musuh oleh rezim, bukan sebagai kebutuhan publik,” ujar Amir Rashidi, pakar keamanan siber Iran.
Di mata penguasa, internet adalah mata-mata Barat. Tetapi bagi rakyat Iran, internet adalah jalur hidup — tempat mereka mencari kabar tentang kerabat, mengatur evakuasi, bahkan sekadar tahu apakah apotek masih buka.
Warga Sipil Jadi Jaringan Penyelamat
Di tengah kekacauan, solidaritas warga menjadi cahaya di tengah gelapnya sensor dan kehancuran. Warga seperti fotografer Peyman Yazdani membuka diri lewat media sosial:
“Jika orang tua Anda tinggal di Teheran dan butuh makanan atau bantuan, kirim pesan ke kami.”
Di Instagram, dokter membagikan nomor kontak untuk konsultasi medis gratis dan resep darurat. Bahkan startup kecil Iran menyumbangkan layanan mereka tanpa biaya — mulai dari VPN gratis, transportasi evakuasi, hingga pencarian apartemen untuk pengungsi dalam negeri.
Bahkan petugas pemadam kebakaran mengunggah foto mereka di lapangan, menegaskan bahwa mereka tetap tinggal, tetap melayani, dan tidak meninggalkan rakyat.
Ancaman Ganda: Disinformasi dan Aplikasi Palsu
Namun, di balik upaya warga membantu satu sama lain, muncul gelombang hoaks dan aplikasi jebakan. Aplikasi “Starlink palsu” menyebar dengan klaim mampu memulihkan internet tanpa parabola. Padahal, menurut Rashidi, aplikasi ini bisa digunakan untuk memata-matai pengguna.
Narasi lain yang tak bisa diverifikasi menyebar seperti api: “pemimpin agama kabur dari Iran,” “Israel kendalikan WhatsApp dan Instagram,” “Teheran telah jatuh.”
Bagi negara yang sudah terbiasa hidup dalam dunia paralel antara propaganda dan kenyataan, gelombang disinformasi di masa perang justru semakin membingungkan publik.
Rezim Iran: Ahli Represi Internal, Gagal dalam Krisis Eksternal?
Menurut Hossein Kermani, penulis buku “Aktivisme Twitter di Iran”, rezim Iran sedang menghadapi krisis baru yang tak bisa dipecahkan dengan formula lama. Jika selama ini aparat keamanan berhasil menekan protes rakyat dengan sensor dan kekerasan, kini mereka harus menghadapi konflik eksternal yang melampaui batas kendali dalam negeri.
“Ini bukan lagi soal mengendalikan warga sendiri. Ini tentang bagaimana menghadapi musuh dari luar, dan rezim belum siap,” ujar Kermani.
Di sisi lain, propaganda internal terus diproduksi, menargetkan para pejabat dan loyalis yang moralnya mulai goyah. Tokoh Islamis seperti Ali Akbar Raefipour terus menyebarkan narasi “rezim masih kuat” — meskipun gambar nyata di lapangan menunjukkan warga panik, rumah sakit penuh, dan bunker sesak.
Perang Informasi di Era Modern
Perang Iran-Israel saat ini adalah konflik konvensional yang dipadukan dengan perang siber, informasi, dan opini publik. Rudal dan drone hanyalah satu sisi. Di sisi lain, kemampuan menjaga aliran informasi dan semangat warga sipil adalah senjata utama yang tidak bisa diremehkan.
Dan untuk rakyat Iran, internet bukan sekadar alat hiburan atau komunikasi, tapi penopang hak hidup dan kemanusiaan. Ketika dunia luar terus diam, suara satu video, satu unggahan, satu panggilan WhatsApp — bisa menjadi jembatan antara hidup dan mati.