TRIBUN GROUP – Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja memasuki fase baru yang dramatis, dengan markas operasi penipuan siber (online scam) di wilayah perbatasan Kamboja menjadi sasaran empuk serangan udara Thailand. Pertempuran yang telah berlangsung hampir dua pekan ini diklaim Bangkok sebagai operasi penindakan terhadap sindikat kejahatan transnasional, namun telah memakan korban jiwa puluhan orang dan memicu eksodus besar-besaran lebih dari 500.000 pengungsi.
Konflik ini memuncak setelah pernyataan keras Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, yang menegaskan komitmen negaranya untuk membasmi pusat-pusat penipuan yang beroperasi di balik fasilitas perjudian di negara tetangga. “Jika kasino di Kamboja menyembunyikan operasi penipuan di balik pintunya, maka kami akan menganggapnya pusat penipuan yang perlu kami tangani,” tegas Anutin dalam sebuah konferensi internasional di Bangkok, Rabu (17/12).
Kasino sebagai Target Militer
Setidaknya empat kompleks kasino di sepanjang perbatasan telah dihujani serangan. Dua di antaranya, menurut kelompok pemantau independen, telah lama diidentifikasi sebagai basis operasi scam skala besar. Juru bicara Angkatan Bersenjata Thailand, Richa Suksuwanon, membenarkan serangan tersebut dengan justifikasi intelijen militer. “Di setiap pusat penipuan dan kasino yang kami serang, ada info intel yang jelas bahwa itu digunakan sebagai pangkalan militer,” ujarnya pada Kamis (18/12).
Namun, operasi militer ini menuai kritik dan kekhawatiran internasional. Laporan dari lapangan menyebutkan sejumlah kasino yang diserang juga menampung warga sipil, meningkatkan risiko korban jiwa di kalangan non-kombatan.
Lanskap Kejahatan yang Melibatkan Elite
Konflik bersenjata ini menyoroti akar masalah yang dalam dan kompleks di kawasan. Asia Tenggara, khususnya Kamboja, telah lama menjadi sarang sindikat penipuan siber yang beroperasi dari dalam kompleks berpagar tinggi, seperti kasino dan hotel. Laporan dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan Amnesty International (Juni 2025) mengungkap praktik eksploitasi yang mengerikan: korban perdagangan orang (TPPO) dipaksa bekerja dalam kondisi yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menjalankan penipuan online.
Amnesty International bahkan menuding lemahnya respons Pemerintah Kamboja mengindikasikan adanya keterlibatan atau pembiaran dari oknum-oknum tertentu. Sorotan kini tertuju pada kasino O’Smach di wilayah Oddar Meanchey, yang dibangun oleh LYP Group milik Senator Ly Yong Phat. Senator tersebut telah mendapat sanksi dari Amerika Serikat atas dugaan keterlibatan perusahaannya dalam pelanggaran HAM terkait kerja paksa di pusat-pusat scam. Eskalasi terbaru terjadi ketika otoritas Thailand bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Ly Yong Phat atas dugaan kejahatan lintas negara.
Perang terbuka ini bukan hanya sekadar ketegangan perbatasan, tetapi mencerminkan upaya Thailand untuk mengambil tindakan langsung terhadap jaringan kejahatan terorganisir yang dianggap bersembunyi di bawah perlindungan yurisdiksi tetangga, sambil mempertanyakan komitmen Phnom Penh dalam memberantas sindikat yang diduga melibatkan elite-nya sendiri. Dunia internasional kini menanti respons dan langkah de-eskalasi dari kedua pemerintah. (***)
