TRIBUN GROUP — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Penahanan ini menyusul Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar lembaga antirasuah di kabupaten setempat pada Rabu (10/12/2025).
Kelima tersangka itu adalah Ardito Wijaya (AW), adik kandungnya Ranu Hari Prasetyo (RNP), Anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Anton Wibowo (ANW), dan Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS). Mereka ditahan untuk 20 hari ke depan, sejak 10 hingga 29 Desember 2025.
“Tersangka RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, Tersangka AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” jelas Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Modus Pungli Sistematis, Fee 15-20 Persen dari Nilai Proyek
Mungki memaparkan, kasus ini berawal dari dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang sistematis yang diinisiasi Bupati Ardito Wijaya sejak Juni 2025. Ardito diduga mematok fee sebesar 15-20 persen dari nilai sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah.
Untuk melancarkan aksinya, Ardito disebutkan meminta Anggota DPRD Riki Hendra Saputra untuk mengatur pemenang lelang pengadaan barang dan jasa di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengaturan itu dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung di E-Katalog, dengan mengutamakan perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan Ardito saat Pilkada 2025.
“Dalam pelaksanaan pengkondisian tersebut, Ardito Wijaya meminta RHS untuk berkoordinasi dengan ANW dan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD guna pengaturan pemenang PBJ,” terang Mungki.
Aliran Uang Rp5,75 Miliar ke Bupati
Skema tersebut menghasilkan aliran dana yang signifikan. Pada periode Februari hingga November 2025, Ardito Wijaya diduga menerima fee total Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan. Uang itu mengalir melalui perantara Riki Hendra Saputra dan adiknya, Ranu Hari Prasetyo.
Selain itu, KPK menemukan penerimaan fee terpisah sebesar Rp 500 juta dari Direktur PT Elkaka Mandiri, Mohamad Lukman Sjamsuri. Uang ini diberikan sebagai imbalan agar perusahaan tersebut memenangkan paket pengadaan alat kesehatan Dinas Kesehatan Lampung Tengah.
“Dengan demikian, total aliran uang yang diterima Ardito Wijaya mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar,” tegas Mungki.
Lima Tersangka Dijerat Pasal Berbeda
Atas perbuatannya, Ardito Wijaya, Anton Wibowo, Riki Hendra Saputra, dan Ranu Hari Prasetyo, yang berperan sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Mohamad Lukman Sjamsuri, sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU yang sama. OTT dan penahanan ini menjadi pukulan telak terhadap praktik korupsi yang diduga melibatkan lingkaran dalam kekuasaan di Lampung Tengah. (***)
