TRIBUN GROUP – Pemerintah melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara intensif melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) guna mengantisipasi cuaca ekstrem yang memicu ancaman bencana hidrometeorologis. Langkah ini dilaporkan mampu mengurangi curah hujan signifikan di sejumlah wilayah.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menyampaikan capaian tersebut langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025). “Saat ini, ada 6 provinsi yang melakukan operasi modifikasi cuaca, yang mampu menurunkan curah hujan 20-50 persen, Bapak Presiden,” kata Faisal.
Teknik Penyemaian Awan Ganda untuk Mitigasi
Faisal memaparkan, OMC dilakukan dengan strategi mencegat dan memodifikasi awan hujan sebelum memberikan dampak merusak di kawasan padat penduduk atau rawan bencana. Teknik yang digunakan disesuaikan dengan lokasi awan.
Untuk awan yang masih mendekati daratan, BMKG melakukan penyemaian dengan bahan Natrium Klorida (NaCl) di atas perairan. “Jadi, kalau dia mendekat, nanti awan hujan itu kita semai dengan bahan semai dari NaCl agar dia jatuh di tempat-tempat seperti di perairan atau laut atau di tempat-tempat yang tidak berbahaya,” jelasnya.
Sementara, jika awan hujan sudah berada di atas wilayah darat seperti Jakarta, BMKG beralih ke metode penyemaian dengan kapur tohor atau Kalsium Oksida (CaO). Teknik ini bertujuan memecah awan sehingga potensi hujan lebat dapat dikurangi. Saat ini, operasi dengan metode ini aktif dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Ekspansi ke Provinsi Lain dan Penguatan Sistem Peringatan
BMKG berencana memperluas jangkauan OMC ke lebih banyak daerah yang berisiko. “Harapannya hari ini mulai di Lampung, dan juga nanti ada di Bali dan Jawa Tengah,” ujar Faisal.
Di luar intervensi cuaca, BMKG juga memperkuat sistem informasi dan peringatan dini untuk mendukung keselamatan transportasi nasional. Lembaga ini mengembangkan platform khusus yang terintegrasi untuk mengawasi kondisi cuaca di jalur transportasi darat, laut, dan udara, bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan.
Faisal menegaskan prinsip kehati-hatian yang ketat. “Keselamatan menjadi prioritas utama. Penerbangan maupun pelayaran tidak akan diizinkan beroperasi apabila kondisi cuaca dinilai berbahaya, termasuk saat gelombang tinggi.”
Koordinasi dilakukan secara intens dengan AirNav Indonesia, syahbandar, dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk menentukan kelayakan operasional. Pengawasan juga diperketat di sektor darat. “Di jalan-jalan utama juga kita membuat prakiraan cuaca apakah di sana hujan, berawan, atau cerah. Ini di semua jalan utama kita pantau,” pungkas Faisal.
Upaya komprehensif ini dilakukan BMKG untuk meminimalisir dampak cuaca ekstrem yang diprediksi masih akan berlangsung dan mengancam keselamatan masyarakat serta kelancaran logistik nasional. (***)
