TRIBUN GROUP – Anggota Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub), untuk meningkatkan keseriusan dalam merespons peringatan dini cuaca ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Desakan ini disampaikan menyusul dua insiden tenggelamnya kapal wisata di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali yang menelan korban jiwa, termasuk wisatawan mancanegara.
“Tragedi ini seharusnya tidak terjadi jika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan seluruh stakeholder terkait tidak menganggap remeh warning dari BMKG,” tegas Huda kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/12/2025).
Ia menyoroti tenggelamnya KM Putri Sakinah di perairan Pulau Komodo, NTT, yang menewaskan pelatih tim putri Valencia, Martin Carerras, beserta ketiga anaknya, serta insiden Kapal Sharandy of The Seas di selatan Denpasar, Bali. Menurut Huda, BMKG telah lebih dulu menggencarkan peringatan terkait ancaman Bibit Siklon 96S di Samudra Hindia yang berpotensi memicu angin kencang dan gelombang tinggi.
Kritik atas Kelalaian Kolektif dan Prosedur Izin
Politikus dari Fraksi PKB ini menyebut insiden ini sebagai bentuk “kelalaian kolektif dalam merespons deteksi dini bencana.” Ia mendesak Kemenhub untuk melakukan investigasi menyeluruh terkait prosedur penerbitan izin berlayar, khususnya mengapa KM Putri Sakinah masih diizinkan beroperasi pada malam hari menuju Pulau Padar saat kondisi gelombang laut dilaporkan mencapai lebih dari dua meter.
“Kemenhub harus melakukan investigasi khusus. Mengapa kapal bisa lepas sandar di tengah risiko cuaca seperti itu? Kita bicara soal wilayah Bali, NTB, dan NTT yang merupakan wajah pariwisata Indonesia di mata internasional,” papar Huda.
Ia menegaskan, hilangnya nyawa wisatawan asing merupakan pukulan telak bagi reputasi keamanan sektor pariwisata Indonesia. Huda mendorong agar peringatan BMKG dijadikan dasar kebijakan operasional transportasi, terutama di sektor kelautan, untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Peringatan BMKG dan Langkah Antisipasi
Desakan ini semakin relevan mengingat proyeksi BMKG bahwa Indonesia akan memasuki puncak musim penghujan pada Januari-Februari 2026. Curah hujan diperkirakan meningkat signifikan di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
BMKG juga melaporkan keberadaan tiga siklon dan bibit siklon di sekitar wilayah Indonesia, yaitu Siklon Bakung, serta Bibit Siklon 93S dan 95S, yang berpotensi memicu hujan ekstrem. Sebagai langkah antisipasi, BMKG telah dan akan terus melakukan operasi modifikasi cuaca.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, dalam Sidang Kabinet Paripurna (15/12) menjelaskan, operasi tersebut bertujuan mencegah awan hujan ekstrem mendekati daratan dengan cara menyemainya menggunakan NaCl di atas perairan. Jika awan sudah berada di atas darat seperti Jakarta, akan digunakan bahan semai Kapur Tohor (CaO) untuk memecah awan dan mengurangi intensitas hujan. (***)
