TRIBUN GROUP – Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng menggelar demonstrasi serentak hari ini, Jumat (28/11/2025), menyikapi krisis kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melanda Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi unjuk rasa tersebut dipusatkan di tiga lokasi penting: Kantor DPRD, Kantor Bupati, dan Polres Manggarai, mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera bertindak.
Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Margareta Kartika, menegaskan bahwa kelangkaan BBM yang terjadi sejak 25 hingga 28 November 2025 telah menimbulkan dampak serius pada kehidupan masyarakat.
“Kelangkaan ini telah menimbulkan dampak serius pada sendi-sendi kehidupan masyarakat, mengganggu aktivitas ekonomi, transportasi, dan mobilitas warga,” tegas Margareta dalam keterangan tertulis yang diterima media, Jumat siang.
Harga Eceran Melambung Drastis
Margareta mengungkapkan, kondisi di lapangan sangat memprihatinkan dengan antrean panjang hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari, di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Akibatnya, masyarakat terpaksa membeli BBM secara eceran dengan harga yang melambung sangat mahal, jauh melampaui batas harga yang diatur pemerintah.
“Pertalite eceran dalam botol air mineral berukuran besar dijual dengan harga Rp 50.000. Bahkan ada yang menjual setengah botol dengan harga Rp 25.000,” ungkapnya. Padahal, harga normal sebelumnya untuk satu botol besar hanya sekitar Rp 20.000.
Ia menekankan bahwa harga tersebut jelas melanggar Peraturan Presiden 191 Tahun 2014 dan Keputusan Menteri ESDM No 62.K/12/MEM/2020, yang membatasi harga jual eceran hanya boleh melebihi 10 persen dari harga yang ditetapkan.
Dugaan Penimbunan dan Pungli SPBU
PMKRI menduga kuat kelangkaan BBM di Manggarai disebabkan adanya praktik penimbunan serta pengisian BBM dalam jumlah besar menggunakan jeriken jumbo.
Selain itu, mahasiswa mengidentifikasi adanya dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SPBU di Kota Ruteng. Modusnya, setiap pembeli yang menggunakan jeriken jumbo diwajibkan membayar tambahan Rp 10.000 di luar harga resmi yang telah ditetapkan.
Mahasiswa juga menyoroti pembelian BBM jenis Pertalite menggunakan jeriken jumbo tanpa surat izin resmi, yang sebenarnya dilarang keras berdasarkan Kepmen ESDM NO 37/2022.
Lebih lanjut, PMKRI menduga ada perlindungan bagi para penimbun BBM oleh Aparat Penegak Hukum (APH), merujuk pada kasus yang sebelumnya menyeret inisial WJ. PMKRI menuntut transparansi dan penindakan tegas terhadap semua pihak yang terlibat dalam praktik ilegal ini. (***)
