Fatwa Pajak MUI

MUI Tetapkan Lima Fatwa di Munas XI, Soroti Pajak Berkeadilan dan Pengelolaan Sampah

TRIBUN GROUP – Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengumumkan lima fatwa baru yang dihasilkan dari Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI yang diselenggarakan selama empat hari, 20-23 November 2025, di Mercure Ancol, Jakarta Utara. Fatwa-fatwa tersebut mayoritas fokus pada isu keuangan syariah dan satu isu lingkungan.

Empat fatwa terkait keuangan mencakup manfaat produk asuransi kematian pada asuransi jiwa syariah, status saldo kartu uang elektronik yang hilang atau rusak, kedudukan rekening dormant, dan yang paling menonjol adalah fatwa mengenai Pajak Berkeadilan. Satu fatwa lainnya menyangkut pengelolaan sampah di sungai, danau, dan laut untuk mewujudkan kemaslahatan umat.

Pajak Bukan Cara Utama Menyejahterakan Rakyat

Ketua Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am, menjelaskan secara khusus mengenai fatwa Pajak Berkeadilan. Ia menegaskan bahwa menurut UUD 1945, cara utama menyejahterakan rakyat adalah melalui pengelolaan sumber daya alam.

“Negara wajib bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Asrorun jelang penutupan Munas MUI, Sabtu (22/11/2025).

Pajak, lanjutnya, hanya berlaku sebagai instrumen pendukung ketika negara tidak cukup membiayai kebutuhan kesejahteraan rakyat secara luas. Oleh karena itu, pajak harus kembali pada cita-cita semula: memberikan kesejahteraan secara luas, bukan membuat rakyat melarat.

Larangan Pajak Ganda pada Kebutuhan Primer

Klausul Pajak Berkeadilan yang ditetapkan MUI berfokus pada prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab. MUI secara tegas menetapkan agar pajak tidak dibebankan secara berulang pada kebutuhan pokok masyarakat (sandang, papan, dan pangan).

Secara spesifik, MUI meminta agar barang konsumtif kebutuhan primer seperti sembako tidak dikenakan pajak.

Selain itu, pajak berulang tidak seharusnya dibebankan kepada harta yang tidak berkembang atau nonkomersial. “Kemudian (pajak) bumi dan bangunan yang dihuni, dalam pengertian dia nonkomersial, tidak boleh dikenakan pajak berulang karena pada hakikatnya dia tidak berkembang,” imbuh Asrorun.

Berita Lain  Satpol PP Di Tertawai TIM Nya Karena Mendapati Anaknya Sendiri Saat Razia Di Hotel

Zakat Diusulkan Jadi Pengurang Pajak

MUI juga menyoroti masalah beban berganda yang dialami umat Islam, yang memiliki kewajiban membayar pajak dan menunaikan zakat. Untuk mewujudkan keadilan partisipatif, MUI mengusulkan agar zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam dapat menjadi pengurang kewajiban pajak.

“Bagaimana masyarakat Muslim yang sudah berpartisipasi dengan membayar zakat itu bisa dikurangkan dari kewajiban membayar pajaknya,” kata Asrorun.

Isu Pajak Berkeadilan ini dinilai Asrorun sebagai momentum yang sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk mengoptimalkan keberlakuan Pasal 33 UUD 1945 terkait pengelolaan sumber daya negara demi kemakmuran rakyat. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *