TRIBUNGROUP.NET – Kemunculan sosok baru bernama Tilly Norwood membuat industri hiburan Hollywood heboh. Bukan tanpa alasan, Tilly bukanlah manusia sungguhan, melainkan aktris buatan kecerdasan buatan (AI).
Begitu diumumkan ke publik, respons yang muncul tidak hanya berupa rasa penasaran, melainkan juga protes keras. Banyak pihak menilai bahwa kemunculan Tilly bukan sekadar perkembangan teknologi, melainkan ancaman nyata terhadap masa depan aktor, kru film, hingga kreativitas manusia dalam dunia hiburan.
Industri Hiburan dan Godaan Efisiensi
Sejumlah pengamat menilai, pada dasarnya industri hiburan selalu berkaitan erat dengan keuntungan finansial. Jalan tercepat untuk meraih profit besar adalah dengan menekan biaya produksi.
Selama ini, penggunaan AI dalam industri film sebenarnya bukan hal baru. Netflix, misalnya, sudah lama memanfaatkan teknologi AI untuk menganalisis tren tontonan dan menentukan jenis konten yang berpotensi sukses. Dari drama serius hingga reality show, semua dipetakan berdasarkan data agar pelanggan tetap bertahan.
Maka, kemunculan aktor AI seperti Tilly dianggap sebagai langkah lanjutan. Kehadirannya bisa membantu studio mengurangi biaya produksi, termasuk bayaran aktor, waktu syuting, hingga proses editing.
Keterbatasan Aktor AI
Meski tampak menjanjikan, tidak sedikit yang menilai AI masih memiliki kelemahan besar. Salah satunya adalah kemampuan dalam menyajikan humor dan drama kompleks.
Seorang penonton berkomentar bahwa percakapan Tilly memang terlihat realistis secara teknis, tetapi terasa membosankan untuk ditonton. Kritik lain menyebutkan bahwa adegan yang dihasilkan AI masih terbatas pada close-up sederhana, seperti karakter yang berbicara ke kamera.
“Bukan mustahil untuk berkembang, tapi jelas belum sampai ke sana,” ujar seorang kritikus film.
Penolakan dari Serikat Aktor
Reaksi paling keras datang dari SAG-AFTRA, serikat aktor terbesar di Amerika Serikat. Mereka menegaskan bahwa kreativitas harus tetap berpusat pada manusia.
Bagi mereka, mengganti aktor dengan sosok sintetis adalah langkah yang berbahaya. Serikat menolak keras ide tersebut dan mendesak agar industri hiburan tidak melupakan nilai kemanusiaan dalam seni peran.
Namun, pernyataan itu tidak cukup untuk meredakan gelombang reaksi negatif. Sejumlah bintang Hollywood pun turut angkat suara.
Whoopi Goldberg dan Emily Blunt Ikut Bersuara
Melalui acara The View, aktris senior Whoopi Goldberg menegaskan bahwa AI tidak bisa meniru sepenuhnya gerakan, ekspresi wajah, maupun bahasa tubuh manusia.
“You always can tell the difference. Cara kita bergerak, wajah kita, tubuh kita—AI tidak bisa menirunya,” ungkap Goldberg.
Sementara itu, aktris Emily Blunt bahkan mengaku kaget ketika ditunjukkan foto Tilly dalam sebuah wawancara podcast bersama Variety.
“Apakah ini mengecewakan? Saya lebih tepat bilang ini menakutkan. Astaga, itu AI? Ya ampun, kita tamat,” kata Blunt. Ia kemudian mendesak agensi hiburan untuk berhenti mengambil elemen koneksi manusia dari dunia perfilman.
Masa Depan Industri Film di Persimpangan
Beberapa pihak khawatir bahwa jika studio besar terlalu berambisi menggunakan aktor AI demi penghematan biaya, maka penonton justru bisa berbalik arah.
Ada yang memprediksi, generasi muda yang sudah akrab dengan teknologi AI bisa saja membuat film buatan mereka sendiri menggunakan aplikasi generatif. Jika itu benar terjadi, industri perfilman arus utama bisa kehilangan daya tariknya.
Namun, ada juga pandangan realistis bahwa perkembangan teknologi tidak bisa dihentikan. Mau tidak mau, dunia hiburan akan terus mencari cara untuk menyeimbangkan antara efisiensi produksi dan nilai seni.
Di sisi lain, suara pesimis juga muncul. Mereka menilai mayoritas penonton sebenarnya tidak terlalu peduli dengan aspek seni. Yang penting adalah visual menarik dan cerita mudah dipahami. Jika itu bisa dipenuhi AI, maka teknologi ini berpotensi diterima secara luas.
Tren Singkat atau Ancaman Jangka Panjang?
Kehadiran Tilly Norwood membuka babak baru bagi dunia hiburan. Di satu sisi, ia menjadi simbol kemajuan teknologi. Namun di sisi lain, ia juga mencerminkan ketakutan mendalam bahwa konektivitas emosional manusia dalam seni peran bisa terkikis.
Pertanyaan besar pun muncul: Apakah Tilly hanya sekadar tren singkat yang sebentar lagi dilupakan, atau justru akan menjadi bintang papan atas pertama dari dunia AI?
Yang jelas, kontroversi ini baru permulaan. Industri hiburan global kini berada di persimpangan jalan antara menjaga keaslian seni dan mengejar efisiensi teknologi.